Friday, July 27, 2007

SEKILAS TENTANG PERSONAL ASSESSMENT


Sekilas Tentang Personnal Assessment
Oleh : SDM link
Publish : Zulfikar,ST





Penilaian Personil (Personal Assessment) adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi tentang individu. Informasi ini digunakan untuk membuat keputusan terkait dengan karier tentang pelamar dan karyawan. Penilaian dilaksanakan untuk beberapa tujuan spesifik. Sebagai contoh, anda, sebagai seorang yang memiliki lapangan pekerjaan, boleh melakukan penilaian personil untuk memilih karyawan untuk suatu pekerjaan. Penasihat Karier boleh melakukan penilaian personil untuk menyediakan bimbingan karier kepada klien.
Tes dan prosedur assessment

tes atau prosedur apapun yang mengukur individu dalam hal ketenagakerjaan atau yang berkaitan dengan kualifikasi karir dinilai termasuk sebagai suatu alat penilaian personil. Ada banyak jenis tes penilaian personil. Ini meliputi test kemampuan dan pengetahuan tradisional, inventori, prosedur hubungan, dan instrumen yang bersifat proycksi. Pada artikel ini, istilah test akan digunakan sebagai istilah umum untuk mengacu pada instrumen atau prosedur apapun yang memeriksa performa atau sampel perilaku individu.

Alat assessment berbeda dalam hal ·Tujuan, mis. seleksi, penempatan, promosi, konseling karir, atau pelatihan ·Pengukuran mis. Mengukur kemampuan, ketrampilan, gaya bekerja, nilai-nilai kerja, atau minat kejuruan ·Peramalan mis. Performa pekerjaan, potensi manajerial, sukses karier, kepuasan kerja, atau masa jabatan ·Format, mis. Paper-And-Pencil, Work-Sample, atau simulasi komputer ·Tingkat standardisasi, obyektifitas, dan quantifiability. Bervariasi pada bermacam-macam tes . Sebagai contoh, ada evaluasi yang subjektif, tes prestasi yang sangat terstruktur, wawancara yang mempunyai bermacam-macam derajat tingkat struktur, dan inventori kepribadian yang tidak memiliki jawaban yang benar atau salah

Semua alat asessment yang digunakan untuk membuat keputusan tentang ketenagakerjaan, dengan mengabaikan format mereka, tingkat standardisasi, atau obyektifitas, merupakan penilaian yang profesional dan standard sah berdasarkan hukum. Sebagai contoh, evaluasi suatu resume dan penggunaan suatu tes prestasi yang sangat distandardisasi harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Alat Penilaian yang hanya digunakan semata-mata untuk eksplorasi karier atau menasihati pada umumnya tidak memiliki standard yang sah atau memiliki undang-undang yang sama

Hubungan antara proses assessment dan tes

Tes personal hanya menyediakan sebagian kecil dari gambaran tentang seseorang. Pada sisi lain, proses assessment mengkombinasikan dan mengevaluasi semua informasi yang telah dikumpulkan tentang seseorang untuk membuat keputusan terkait dengan ketenaga-kerjaan. Informasi itu tidak hanya didapat dari tes tetapi juga dari hasil wawancara dan penelusuran riwayat hidup. Tes memiliki pengaruh yang cukup penting terhadap proses assessment

Apa yang diukur oleh tes?

Manusia berbeda dalam hal karakteristik fisik dan psikis. Karakteristik ini dikenal sebagai constructs. Sebagai contoh, orang-orang yang mahir dalam verbal dan mathematical reasoning digolongkan sebagai orang dengan kemampuan mental yang tinggi. Mereka yang hanya mempunyai sedikit daya tahan phisik dan kekuatan dimasukkan ke dalam kategori rendah dalam ketahanan dan lemah dalam kekuatan. Istilah kemampuan mental, daya tahan dan phisik kekuatan disebut constructs. Constructs tidak bisa dilihat atau didengar, tetapi kita bisa melihat efeknya pada perilaku. Contoh, kita tidak bisa melihat secara nyata kekuatan fisik, tetapi kita bisa melihat efeknya ketika seseorang dapat mengangkat benda berat.

Karyawan dan Pelamar memiliki variasi dalam hal pengetahuan mereka, ketrampilan, kemampuan, minat, bekerja gaya, dan karakteristik lain. Perbedaan ini secara sistematis mempengaruhi orang-orang itu dalam berperilaku

Perbedaan karakteristik ini tidak bisa dilihat dengan hanya mengamati pelamar pekerjaan atau karyawan. Test Ketenaga-Kerjaan dapat digunakan untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang job-relevant karakteristik. Bantuan Informasi ini menilai cocok atau tidaknya seseorang dengan pekerjaannya. Suatu contoh, score pelamar pada suatu tes mekanik mencerminkan kemampuan mekanik nya. Score ini dapat digunakan untuk meramalkan seberapa baik pelamar itu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang memerlukan kemampuan mekanis. Test ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi para pekerja yang berpotensi baik.

Beberapa test dapat digunakan untuk meramalkan karyawan dan performa pekerjaan pelamar/peminta. Di dalam terminologi tes, alat yang digunakan untuk memprediksi disebut criterion. Beberapa ukuran-ukuran yang digunakan adalah produktivitas, penilaian kerja, sukses dalam pelatihan, masa jabatan, dan ketidakhadiran. Sebagai contoh, di (dalam) mengukur performa pekerjaan, penilaian kerja bisa jadi ukuran yang diramalkan oleh suatu test kemampuan mekanis. Seberapa benar suatu test meramalkan suatu ukuran merupakan indikasi tes tersebut merupakan tes yang baik

Kenapa organisasi melakukan assessment?

Organisasi menggunakan perkakas penilaian dan memeriksa prosedur untuk membantu pekerja dalam melaksanakan fungsi HR sebagai berikut:

Seleksi. Organisasi ingin mampu mengidentifikasi dan mengadakan orang-orang yang terbaik untuk pekerjaan dan organisasi secara efisien dan adil.

Penempatan. Organisasi juga ingin mampu menugaskan orang-orang kepada tingkatan pekerjaan yang sesuai. Sebagai contoh, suatu organisasi mungkin punya beberapa posisi managerial, masing-masing mempunyai suatu tingkat yang berbeda tanggung jawab.

Pelatihan Dan Pengembangan. Test digunakan untuk menemukan apakah karyawan sudah menguasai material pelatihan.. Informasi yang diperoleh dari pengujian dapat digunakan untuk disain atau memodifikasi program pelatihan. Hasil percobaan juga membantu individu mengidentifikasi area untuk aktivitas pengembangan diri.

Promosi. Organisasi dapat menggunakan test untuk mengidentifikasi karyawan yang menguasai potensi managerial atau kemampuan tingkat yang lebih tinggi, sehingga karyawan ini dapat dipromosikan untuk melaksanakan tanggung-jawab dan tugas-tugas yang lebih besar.

Eksplorasi Karier Dan Bimbingan. Test juga digunakan untuk membantu masyarakat dalam menentukan bidang pendidikan dan aneka pilihan kejuruan. Test dapat menyediakan informasi yang membantu individu memilih jabatan atau jurusan yang cocok buat individu.

Evaluasi Program. Test dapat menyediakan informasi untuk menentukan apakah karyawan mendapatkan manfaat atau tidak dari pelatihan dan program pengembangan

Situasi dimana organisasi mendapatkan keuntungan dari tes

Beberapa situasi tesebut meliputi :

1.Pemilihan Atau Prosedur Penempatan yang mengakibatkan lemahnya pengambilan keputusan dalam menerima pekerja.

2.Produktivitas Karyawan yang rendah.

3.Kesalahan karyawan yang mengakibatkan masalah serius dalam hal keuangan, kesehatan dan keselamatan.

4.Ada ketidakhadiran atau turnover karyawan tinggi.

5.Penilaian Prosedur yang ada tidak terstandardisasi secara profesional

Pentingnya menggunakan test dengan suatu cara yang penuh arti

Instrumen Penilaian, dapat sangat menolong ketika digunakan dengan baik, tetapi counter-productive ketika digunakan secara tidak sesuai. Sering penggunaan tidak sesuai karena tidak berasal dari pemahaman yang jelas dan bersih dari apa yang kita ingin ukur dan mengapa kita ingin mengukur itu. Setelah tujuan kita jelas, kemudian kita memilih tes apa yang cocok dengan tujuan kita.

Pembatasan test personil dan prosedur-falibilialitas score tes

tes membantu kita dalam mendapatkan informasi tentang individu, namun sebuah tes tidaklah sempurna, kadangkala apa yang diprediksinya tidak selalu benar. Pemahaman penting yang perlu disadari yaitu bahwa semua instrumen assessment merupakan subyek bagi kesalahan, artinya bukan tidak mungkin tes dapat mengakibatkan kesalahan prediksi. Akan ada suatu kasus dimana seseorang yang memiliki skor tes tinggi namun ketika beberapa lama bekerja ia tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Jadi, jangan pernah berpikir tes dapat memberikan informasi yang sempurna tentang kepribadian dan kemampuan seseorang. Jangan berpikir juga bahwa peramalan tes akurat 100%.

Walaupun begitu, tes merupakan instrument yang berharga dalam assessment individu. Untuk melengkapi kekurangan tes dalam proses assessment, maka assessment dilakukan secara pendekatan whole-person sehingga dapat meningkatkan validitas dan realibilitas assessment yang dilakukan.

Prinsip-prinsip Assessment

1.gunakan instrument assessment sesuai dengan tujuan

2.gunakan pendekatan whole-person

3.jangan bergantung pada tes dalam membuat keputusan

Beberapa komponen dalam assessment

1.observasi

2.evaluasi resume

3.kuesioner

4.biodata

5.wawancara 6.tes performa/work sample

7.tes achievement

8.tes kemampuan umum

9.tes kemampuan khusus

10.tes kemampuan fisik

11.inventori kepribadian

12.inventori integritas dan kejujuran

13.inventori work values

14.tes obat dan kesehatan



Read More......

MENGUKUR ROI SEBUAH PELATIHAN


Mengukur ROI sebuah Pelatihan
Oleh : Johanes Papu
Di Publish : Zulfikar




Dalam rangka meyakinkan pihak manajemen untuk mau melaksanakan suatu program pelatihan tidaklah cukup hanya dengan memaparkan segi-segi persiapan, teknis pelaksanaan dan hasil perubahan perilaku yang diharapkan terjadi setelah peserta mengikuti pelatihan tersebut. Di masa kini tugas para training manager atau training coordinator menjadi lebih berat, karena untuk meyakinkan para kolega mereka (manager dari divisi lain) atau pun pihak Manajemen (Board Of Director), seorang training manager harus dapat menghitung atau memprediksikan berapa besar nilai Return on Investment (ROI=Pengembalian Keuntungan Investasi) dari sebuah pelatihan yang akan diselenggarakan. Tentu saja untuk melakukan hal ini, seorang training manager dituntut untuk memiliki kemampuan di bidang finansial sehingga dapat menterjemahkan investasi dari program pelatihan tersebut ke dalam angka-angka sehingga dapat dilihat dengan jelas hasil perhitungannya.

Dalam menghadapi tuntutan tersebut diatas tidak jarang beberapa training manager gagal meyakinkan para koleganya sendiri ataupun pihak manajemen, apalagi jika program pelatihan harus bersaing dengan program lain yang diajukan oleh divisi lain yang dengan gampang dapat dihitung nilai investasi maupun keuntungannya. Biasanya jika terjadi hal seperti ini maka hampir dapat dipastikan bahwa program pelatihan akan menjadi prioritas kedua. Kondisi seperti ini seringkali membuat para training manager menjadi berkecil hati (terutama jika sang manager tidak memiliki pengalaman atau latarbelakang pendidikan di bidang finansial) dan akhirnya menjadi "malas" untuk mengajukan program pelatihan meskipun program tersebut sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan.

Beberapa manager yang "kurang bijaksana" mungkin akan beranggapan bahwa pelatihan tidak bisa diukur dengan uang karena hasilnya adalah berupa perubahan perilaku dari peserta pelatihan yang seringkali untuk mengetahuinya dibutuhkan waktu yang lama dan belum tentu perubahan tersebut semata-mata terjadi karena pelatihan. Selain itu mereka beranggapan bahwa masih banyak cara lain untuk mengevaluasi hasil pelatihan yang tidak selalu dapat dihitung dengan angka (uang). Anggapan tersebut mungkin ada benarnya. Namun jika ditelaah lebih lanjut maka bisa dikatakan bahwa pendapat tersebut tidaklah tepat mengingat bahwa pelatihan tidak boleh dianggap sebagai suatu "expense" (pengeluaran), melainkan lebih sebagai investasi sumber daya manusia di perusahaan. Sebagai suatu investasi, pihak manajemen tentu ingin melihat seberapa besar keuntungan yang dapat disumbangkan oleh program-program pelatihan dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Oleh karena itu, jika sang training manager mau bersaing secara sportif maka ia harus bisa mengukur ROI suatu pelatihan supaya menjadi jelas bagi semua.



Evaluasi Keberhasilan Pelatihan

Sebagaimana kegiatan-kegiatan lain dalam suatu perusahaan atau organisasi, maka kegiatan pelatihan pun perlu dievaluasi untuk melihat sejauhmana program pelatihan yang telah dilaksanakan memiliki kontribusi kepada perusahaan. Beberapa alasan yang mendasari mengapa program pelatihan harus dievaluasi adalah:

Memastikan bahwa pelatihan benar-benar merupakan sarana atau tindakan yang tepat dalam usaha untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas perusahaan sehingga dapat disejajarkan dengan sarana-sarana atau tindakan-tindakan lain yang digunakan dalam perusahaan

Memastikan bahwa dana yang digunakan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan karena sudah melalui berbagai evaluasi dan telaah secara mendalam

Membantu dalam memperbaiki desain program pelatihan di masa yang akan datang

Membantu dalam menentukan metode-metode pelatihan yang paling tepat

Bentuk-bentuk evaluasi yang digunakan atau dipilih sangat tergantung pada kriteria apa yang akan digunakan sebagai dasar penilaian keberhasilan. Secara umum ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan dasar penilaian keberhasilan suatu pelatihan, yaitu:

Jumlah peserta. Meskipun jumlah peserta belum tentu mengindikasikan efektivitas suatu pelatihan, namun paling tidak jumlah peserta yang hadir menunjukkan bahwa pelatihan memang telah didesain sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Efisiensi. Efisiensi menunjuk pada seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan untuk mempelajari sesuatu dan menyelesaikan suatu dalam pelatihan. Efisiensi sangat erat kaitannya dengan biaya - semakin efisien metode suatu pelatihan, maka akan semakin sedikit biaya yang harus dikeluarkan.

Jadwal. Keberhasilan pelatihan juga dapat dievaluasi dari seberapa tepat pelaksanaan pelatihan tersebut mengikuti jadwal yang telah dibuat. Semakin banyak jadwal yang dilanggar maka akan semakin mengganggu program pelatihan yang telah disusun sehingga kemungkinan untuk mencapai tujuan pelatiahn akan semakin kecil.

Suasana Kondusif. Dalam perusahaan yang memiliki karyawan yang banyak atau pun jaringan yang luas, maka peserta pelatihan bisa saja berasal dari berbagai divisi, wilayah, kantor cabang bahkan mungkin antar negara. Dalam hal ini sebuah pelatihan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif sehingga para peserta mau berbaur dan berbagi pengalaman dengan rekan-rekan baru mereka.

Reaksi Peserta. Dalam suatu pelatihan, jika para peserta bereaksi negatif terhadap pelatihan tersebut maka akan kecil kemungkinan bagi mereka untuk dapat menyerap materi pelatihan tersebut dan mengaplikasikannya ke dalam pekerjaan sehari-hari. Akibatnya mereka cenderung memberikan laporan yang negatif terhadap pelatihan dan akhirnya akan membuat pelatihan tersebut kehilangan peserta (tidak diminati).

Pembelajaran. Pelatihan yang dianggap berhasil adalah pelatihan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan, ketrampilan atau pun perubahan sikap dan perilaku kepada para peserta. Oleh karena itu dalam pelatihan seringkali dilakukan test berupa pretest dan post-test yang berguna untuk melihat sejauhmana telah terjadi perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku.

Perubahan Perilaku. Apa yang telah dipelajari oleh peserta dalam suatu pelatihan tentu diharapkan dapat direfeleksikan dalam bentuk perilaku. Perubahan perilaku ini dapat diukur dengan melakukan observasi, kuestioner, maupun test tertentu.

Perubahan Kinerja. Jika peserta pelatihan telah berperilaku sesuai dengan tuntutan pekerjaan maka ia diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengukur perubahan kinerja, diantaranya adalah melihat jumlah complain (keluhan) yang masuk, jumlah penjualan, jumlah produksi per jam/hari/minggu, dsb. Meski harus diakui bahwa perubahan kinerja yang terjadi belum tentu semuanya dipengaruhi oleh hasil pelatihan, namun setidaknya jika kinerja tersebut dapat diukur secara periodik maka manajemen dan karyawan lambat-laun akan merasakan arti penting suatu pelatihan.

Menghitung ROI. Sebuah pelatihan merupakan suatu investasi, oleh karena itu sudah sewajarnya jika ROI dari suatu pelatihan harus dapat diukur. Untuk menghitung ROI maka pertama-tama harus dievaluasi seberapa besar biaya dan keuntungan yang akan diperoleh dari suatu pelatihan.


Pengukuran ROI


a. Menghitung Biaya

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam rangka mengukur ROI suatu pelatihan adalah dengan menghitung biaya pelatihan, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

Desain dan Pengembangan

Untuk dapat menghasilkan suatu program pelatihan yang baik maka harus melewati tahapan-tahapan tertentu. Salah satu tahapan tersebut adalah perancangan dan pengembangan yang matang, termasuk mengukur kebutuhan pelatihan. Pada tahapan ini tidak jarang penyelenggara (baca: training coordinator/manager) membutuhkan bantuan atau konsultasi dengan pihak lain (cth: konsultant) sehingga membutuhkan biaya dan waktu. Selain itu untuk mengembangkan materi pelatihan mungkin dibutuhkan serangkaian penelitian atau observasi dan analysis. Semua hal ini tentu membutuhkan biaya.

Promosi

Dalam banyak kasus, suatu pelatihan membutuhkan waktu untuk diterima oleh karyawan atau pihak manajemen. Dengan perkataan lain, sebelum dilaksanakan maka pelatihan tersebut terlebih dahulu harus diperkenalkan atau disosialisasi kepada seluruh karyawan yang ada dalam perusahaan. Untuk melaksanakan hal tersebut seringkali pihak penyelenggara pelatihan (divisi pelatihan & pengembangan / HRD) harus mengadakan pertemuan dengan manager dari divisi lain atau bahkan harus melakukan perjalanan ke luar kota/luar negeri. Tentu saja biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut harus dihitung dengan seksama.

Administrasi

Termasuk dalam biaya administrasi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan administrasi, misalnya surat menyurat, telepon, pembuatan formulir, buku absen, dan biaya administrasi atau pendaftaran yang dibebankan kepada peserta (jika diperlukan).

Material

Pada umumnya dalam setiap pelatihan materi telah disusun sedemikian rupa dalam satu buku atau bundel sehingga lebih memudahkan peserta dalam mengikuti pelatihan. Materi tersebut bisa berupa buku panduan (manual) atau buku kerja (woksheet).

Fasilitas

Fasilitas yang digunakan dalam pelatihan dapat berupa sewa ruangan, media pelatihan (alat peraga, peralatan audio-video, OHP/LCD proyektor, dll), atau pun fasilitas-fasilitas lain yang secara khusus disediakan demi kelancaran pelatihan.

Fakultatif

Termasuk dalam kategori biaya ini adalah semua biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan pelatihan, baik yang dilaksanakan dengan bantuan instruktur/pelatih/fasilitator langsung maupun pelatihan yang dilaksanakan oleh si peserta sendiri (pelatihan secara online, workbook, dsb). Untuk dapat menghitung biaya tersebut maka harus didapatkan bebergai informasi sebagai berikut:

Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan

Durasi pelatihan (berapa jam/hari)

Honor untuk instruktur/pelatih/fasilitator

Biaya transport, akomodasi, konsumsi, dsb

Durasi waktu yang digunakan peserta pelatihan untuk belajar sendiri

Waktu yang harus disediakan untuk berkoresponden dengan peserta pelatihan, dsb.

Peserta

Ketika karyawan harus mengikuti pelatihan pada jam-jam kerja, maka hal itu harus dikalkulasikan dengan seksama sebab ketika mengikuti pelatihan maka si karyawan berhenti dari kegiatannya. Dengan kata lain selama pelatihan maka karyawan kehilangan peluang untuk memberikan kontribusi pada perusahaan (cth: salesman tidak akan menemukan klien baru) sementara di lain pihak perusahaan tetap harus membayar gajinya secara penuh. Selain itu, jika pelatihan dilaksanakan di tempat lain (bukan dalam perusahaan) maka biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peserta seperti transportasi, akomodasi dan lain-lain juga harus tetap dihitung.

Evaluasi

Untuk melakukan evaluasi pelatihan mungkin digunakan berbagai cara sehingga mau tidak mau pasti akan membutuhkan sejumlah dana. Dana ini harus dapat dihitung secara jelas mulai dari persiapan evaluasi sampai pada pembuatan laporan.


b. Menghitung Keuntungan

Setelah selesai menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu pelatihan maka tahap berikutnya adalah menghitung sejauhmana keuntungan finansial yang bisa diperoleh. Tahapan inilah yang sebenarnya amat sulit dilakukan oleh para training manager sebab keuntungan finansial yang sesungguh hanya bisa diukur dengan melihat adanya perbaikan kinerja karyawan yang terefleksi dalam produktivitas perusahaan.

Meskipun termasuk sulit namun jika ingin program pelatihan disetujui oleh pihak manajemen maka seorang training manager harus mampu membuat estimasi keuntungan finansial dari program pelatihan. Sebagai dasar dalam menghitung keuntungan finansial dari suatu pelatihan, seorang training manager dapat menggunakan salah satu indikator di bawah ini:


Peningkatan Produktivitas

Untuk dapat mengetahui adanya suatu peningkatan produktivitas maka perusahaan harus terlebih dahulu memiliki alat untuk mengevaluasi kinerja (Performance Appraisal). Dalam hal ini maka output (hasil) yang diharapkan untuk dimiliki oleh peserta training harus sudah tersusun secara rinci sehingga akan lebih mudah untuk dilakukan evaluasi. Beberapa hal yang menjadi indikator adanya peningkatan produktivitas karyawan, misalnya:

Perbaikan metode atau prosedur kerja sehingga menjadi lebih efisien

peningkatan ketrampilan sehingga membuat pekerjaan diselesaikan dengan cepat dan tepat

Peningkatan motivasi kerja sehingga mau melakukan berbagai upaya untuk mencapai keberhasilan


Penghematan biaya

Penghematan biaya yang merupakan hasil dari suatu pelatihan bisa dihitung dari beberapa hal seperti:

berkurangnya alat-alat kerja/mesin yang rusak sehingga bisa menghemat biaya pemeliharaan

Berkurangnya biaya kerja (Cth: pengurangan jumlah karyawan karena satu karyawan dapat mengerjakan tugas secara efisien bahkan mungkin bisa multitasking, akses informasi menjadi lebih mudah dan cepat sehingga usaha yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan suatu tugas relatif sedikit) sehingga dana yang harus dikeluarkan menjadi lebih kecil

Menurunnya jumlah turnover sehingga biaya rekrutmen dan pelatihan dapat dikurangi


Pendapatan

Untuk beberapa jabatan mungkin akan dapat dengan mudah mengukur pendapatan finansial yang diperolehnya sebagai hasil dari pelatihan yang diikutinya. Seringkali pendapatan tersebut merupakan bagian dari penilaian yang mengukur peningkatan produktivitas. Namun jika ingin dirinci lebih lanjut maka peningkatan pendapatan dapat dilihat dari:

Keberhasilan memenangkan tender sehingga berpengaruh pada peningkatan penjualan

Peningkatan jumlah penjualan yang merupakan hasil referal dari karyawan non-sales

Gagasan-gagasan baru yang akhirnya melahirkan produk baru yang dapat membawa kesuksesan pada perusahaan


c. Menghitung ROI

Return on investment (pengembalian keuntungan investasi) biasanya dinyatakan dalam bentuk prosentase. Prosentase tersebut menunjukkan pengembalian investasi yang mungkin diperoleh dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil dari pelatihan.

Dari informasi tentang biaya dan keuntungan yang mungkin diperoleh dari suatu pelatihan, maka diperoleh rumus penghitungan prosentase ROI sebagai berikut:



ROI (%) = (Keuntungan Bersih Program / Biaya Program) x 100



Cara lain untuk mengukur ROI adalah dengan menghitung berapa lama (bulan) jangka waktu yang dibutuhkan agar biaya yang telah investasikan untuk pelatihan menjadi impas. Artinya biaya tersebut telah berhasil ditutup (diimbangi) dengan keuntungan yang diperoleh. Cara ini biasanya disebut dengan istilah jangka waktu pengembalian biaya (payback period). Dengan cara ini, pihak manajemen akan lebih mudah melihat berapa lama dana yang diinvestasikan untuk pelatihan akan kembali dan menghasilkan keuntungan sehingga kemungkinan untuk menerima usulan pengadaan program pelatihan menjadi semakin besar. Adapun rumus untuk menghitung jangka waktu pengembalian investasi adalah:



Jangka Waktu Pengembalian = Biaya Program / Keuntungan Bulanan



Contoh Pengukuran ROI:

PT. XYZ yang bergerak di bidang jasa perbankan akan mengadakan suatu pelatihan bagi para customer service dengan durasi pelatihan selama 48 jam, jumlah peserta 50 orang dan jangka waktu penghitungan keuntungan adalah 12 bulan.

Durasi Pelatihan
48 jam

Perkiraan jumlah peserta
50 peserta

Jangka waktu penghitungan keuntungan
12 bulan




Biaya-biaya:


Desain dan Pengembangan
Rp 10.000.000,-

Promosi
Rp 5.000.000,-

Administrasi
Rp 3.000.000,-

Material
Rp 5.000.000,-

Fasilitas
Rp 10.000.000,-

Fakultatif
Rp 7.500.000,-

Peserta
Rp 15.000.000,-

Evaluasi
Rp 2.500.000,-

Total Biaya
Rp 58.000.000,-




Keuntungan (Bersih):


Produktivitas
Rp 50.000.000,-

Penghematan
Rp 40.000.000,-

Pendapatan
Rp 0,-

Total Keuntungan
Rp 90.000.000,-




Return on Investment *
155%

Jangka waktu pengembalian biaya **
7 bulan






* ROI (%) = (Rp 90.000.000 / Rp 58.000.000) x 100 = 155%



** Rp 90.000.000 / 12 = Rp 7.500.000 (keuntungan bulanan), maka jangka waktu pengembalian adalah:

Rp 58.000.000 / 7.500.000 = 7,73 bulan (dibulatkan menjadi 7 bulan).




Dengan melihat perhitungan diatas, tentu saja akan sulit dilakukan jika sang training manager/training coordinator tidak bekerjasama dengan divisi atau departemen lain. Oleh karena itu seorang training manager hendaknya juga memiliki kemampuan interpersonal relationship yang baik, selain memahami tentang masalah-masalah finansial.

Dengan memandang bahwa pelatihan merupakan suatu investasi dan bukan lagi sekedar pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara rutin (dalam kondisi ekstrim bahkan hanya sebagai sarana untuk menghabiskan dana yang telah dianggarkan), maka diharapkan pihak manajemen dan rekan kerja dari divisi lain akan lebih mudah memahami hubungan antara pelatihan dengan keuntungan yang akan diperoleh. Dengan penggunaan teknik pengukuran ROI diharapkan pandangan-pandangan negatif dari sebagian orang (BOD atau Manager) bahwa pelatihan merupakan suatu kegiatan yang tidak signifikan (lebih sebagai pelengkap dalam perencanaan anggaran/budget) lambat laun akan berubah. Dengan kondisi demikian maka semboyan bahwa "SDM merupakan aset terbesar dari perusahaan" (ini seringkali dinyatakan oleh para senior manager / BOD) bukan lagi hanya sebagai "lip service" semata, tetapi benar-benar dapat dibuktikan dengan memberikan pelatihan dan pengembangan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Semoga.(jp)




Read More......

Manajemen Kinerja (Performance Management) dari suatu tool menjadi habits
Oleh :Dikdik Sugiharto, Deltaplus Consulting
Publish : Zulfikar



Seorang atlit yang berasal dari sebuah kota kecil, bercita-cita ingin menjadi pelari tercepat di dunia. Tidak banyak yang dia lakukan selain berlatih keras untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Dari hari, ke minggu, ke bulan dan ke tahun, itulah yang dia habiskan waktunya untuk bisa menjadi pelari tercepat di dunia. Apakah dia telah menjadi pelari yang tercepat? Atau memang dia larinya sudah paling cepat. Pernyataan-pernyataan di atas tersebut tidaklah bisa dijadikan suatu patokan bahwa atlit tersebut telah menjadi pelari yang tercepat di dunia ataukah dia telah berlari cepat. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran yang digunakan untuk melihat kemajuan dari apa yang telah kita lakukan. Hal itulah yang disebut dengan Manajemen Kinerja.

Di dalam suatu Perusahaan, Manajemen Kinerja telah menjadi suatu konsep yang sedang popular diimplementasikan, mulai dari Balance Scorecards, Value Based Management, Key Performance Indicators ataupun sebutan lainnya untuk menterjemahkan manajemen kinerja. Pada awalnya, Cash adalah satu-satunya ukuran yang digunakan oleh suatu Perusahaan untuk mengukur kinerjanya, kemudian beralih menjadi profit yang masih merupakan ukuran keuangan. Hingga pada awal tahun 1990-an di mana Kaplan dan Norton memperkenalkan suatu konsep mengukuran yang tetap menitikberatkan pada Financial measures, tetapi diseimbangkan dengan tiga perspektif lainnya yaitu Customer perspective, Internal Process perspective and Learning and Growth perspective. Dan kemudian disempurnakan lagi dengan popularnya konsep Nilai Tambah, disebut dengan Value Based Management.

Proses yang Berkelanjutan

Terlepas dari konsep apa yang dipakai, kami melihat ada kesamaan dalam hal pendekatan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam menjalankan Manajemen Kinerja. Ada beberapa langkah-langkah yang umumnya dilakukan Perusahaan dalam mendefinisikan atau mengimplementasikan manajemen kinerja:

  1. Pengembangan strategi Hal yang pertama ini seringkali dilupakan atau dianggap sepele pada saat pembuatan manajemen kinerja. Apabila suatu Perusahaan belum ada strategi yang jelas, maka akan sulit dalam pembuatan langkah-langkah berikutnya dan ada kemungkinan yang kita mengukur sesuatu yang salah atau tidak penting.
  2. Target Setting Membuat langkah-langkah berikutnya yang akan meningkatkan value driver dari mulai komitmen penggunaan aktiva yang dimiliki sampai penentuan target kinerja keuangan yang akan diraih.
  3. Pengukuran kinerja Mengumpulkan, memproses dan mendistribusikan data yang diperlukan untuk mendukung pengembangan strategi yang efektif serta penentuan target.
  4. Analisa kinerja Penganalisaan kinerja actual dibandingkan dengan target serta mendefiniskan corrective action untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang
  5. Kompensasi dan insentif Menghubungkan hasil dari aksi strategic dan operasi dengan kompensasi dan benefit sangat kritikal untuk mempertahankan habits yang telah dibentukProses tersebut berjalan secara terus menerus dengan konsep continuous improvement (Plan, Do, Check, Act).
  6. Habits

Ada 7 Habits yang harus dilakukan oleh para professional yang ingin mengimplementasikan suatu ukuran kinerja:

  • Mengoperasikan Perusahaan sesuai dengan strategi dan goals
  • Membuat dan mengelola kerjasama intern
  • Buatlah sesederhana mungkin
  • Perhatikan yang exception
  • Fokus kepada rencana aksi untuk memperbaiki kinerja
  • Membuat informasi yang transparan
  • Gunakan Teknologi seefektif mungkin

Kesuksesan dari suatu pengimplementasian manajemen kinerja sebenarnya banyak dipengaruhi oleh faktor soft side yaitu bagaimana seluruh lapisan di dalam Perusahaan merubah paradigma yang lama, dari budaya 8-5, artinya masuk jam 8 pulang jam 5, ke budaya apakah saya telah memberikan suatu nilai tambah pada perusahaan hari ini? Mungkin pertanyaan ini sangat relevan apabila kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, sebelum kita mengimplementasikan suatu manajemen kinerja

Read More......





Read More......

Thursday, July 12, 2007

MEMBERIKAN RUANG KHUSUS UNTUK IBU MENYUSUI & MENITIPKAN ANAK DI TEMPAT KERJA


Memberikan Ruang Khusus Untuk Ibu Menyusui dan Menitipkan Anak
Oleh : Zulfikar


Setelah mendapatkan cuti kehamilan selama 3 bulan sang ibu kini dihadapi untuk melaksanakan tugas selanjutnya yakni program menyusui sampai si buah hati berusia selama 2 tahun, memang sulit untuk meninggalkan si buah hati apalagi setelah 3 bulan bersama dalam dekapan sang ibu pengaruh psikologis dan kejiwaan sang ibu terus menyelimuti perasaan disaat harus masuk ke kantor, dan meninggalkan si buah hati.

Banyak kalangan yang mengatakan apabila seorang wanita telah berumah tangga maka kinerja akan menurun, dan anehnya pernyataan ini dilontarkan oleh seorang manajer di salah satu perusahaan multinasional dengan alasan produktivitas dan efisiensi, saya fikir ini bukanlah persoalan produktivitas, namun seorang karyawan juga akan meningkat kinerja dan produktivitasnya apabila dalam kondisi enjoy dalam bekerja, oleh sebab itu diperlukan win-win soltion dalam memecahkan persoalan ini.



Untuk mengambil jalan tengah, maka kiranya perusahaan membuatkan suatu ruangan khusus tempat penitipan anak dan tempat menyusui si buah hati yang dekat dengan ruangan kerja, mengapa space tempat orang yang merokok diberi tempat padahal merokok tersebut dapat merusak kesehatan dan melumpuhkan kinerja karyawan, namun mengapa dalam hal membina generasi penerus serta memberikan keteduhan kepada seorang pekerja tidak diberikan space ?, semuanya bergantung kepada kebijakan perusahaan apakah perusahaan ingin memberikan kepada pekerja bahwa kantor adalah "Surga Untuk Pekerja, Selain dirumah".
Saya fikir untuk memupuk perasaan psikologis seorang ibu yang selama 3 bulan menyusui anaknya akan bertambah semangat kerjanya, dengan memberikan ruangan khusus bagi si buah hati, opini ini cukup menarik untuk dibahas semoga dapat diterapkan di perusahaan anda

Read More......

Tuesday, July 10, 2007

MEMBUAT CHECKLIST SEBELUM CUTI ATAU TRAINNING

Membuat Checklist Sebelum Cuti Atau Trainning
Oleh : Zulfikar

Menyenangkan memang apabila kita akan cuti atau trainning, hal ini akan memberikan kebebasan atau kelonggaran dalam rutinitas bekerja, namun hal ini akan menjadi hal yang menyeramkan dan mengakibatkan turunnya kinerja perusahaan, dikarenakan adanya hal-hal yang bersifat teknis yang lupa dikerjakan. Ada beberapa alasan mengapa bisa turun kinerja perusahaan apabila ada satu karyawan tersebut mengambil cuti atau mendapatkan trainning.

Contohnya : Adalah departemen akutansidan keuangan biasanya di Departemen ini harus menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu tertentu atau akhir bulan yang dikenal dengan tutup buku, nauh repotnya apabila ada satu orang pekerja yang mengambil cuti atau mendapatkan training pada akhir bulan, dan biasanya juga atasan tentu tidak akan memberikan fasilitas cuti dan trainning. Namun bagaimana ada hal-hal yang urgent seperti karyawan tersebut harus diberikan trainning pada akhir bulan, nah ribetkan....
Namun hal tersebut tentu tidak akan jadi persoalan jika kita memberikan suatu daftra pekerjaan sebelum kita mengambil trainning yang mungkin dapat anda terapkan :
  1. Buatlah checklis/ daftar pekerjaan yang akan anda selesaikan sebelum 5 hari anda akan mengambil cuti
  2. Diskusikanlah kepada atasan anda, perihal yang harus diselesaikan pada jangka waktu tertentu, biar atasan anda memberikan alternate (pengganti) anda
  3. Sisihkanlah dokumen-dokumen yang penting yang harus diselesaikan dengan dokumen yang itdakpenting, dan dokumen yang penting tersebut seperti dokumen yang harus ditandatangani oleh atasan anda di file tertentu
  4. Berilah pelatihan singkat kepada alternate anda, hal-hal yang harus anda kerjakan. Bila perlu berikan perintah tertulis (biasanya yang berhubungan dengan menu di sistem komputer)
  5. Buatlah berita acara serah terima password dan diketahui oleh atasan anda (biasanya berhubungan dengan transaksi keuangan untuk mencegah resiko Fraud)
  6. Jika ada masalah dengan alternate anda, anda juga bisa mengerjakannya di rumah atau di tempat trainning dengan mendial-up pekerjaaan anda (jika perusahaan anda memiliki fasilitas dial up)
  7. Anda bisa enjoy dan konesntrasi dengan cuti dan trainning anda

Selamat Bekerja semoga bermanfaat





Read More......

Wednesday, July 4, 2007

MEMBANGUN PARADIGMA BARU TENTANG KERJA

MEMBANGUN PARADIGMA BARU TENTANG KERJA
Oleh : Zulfikar

Istilah kerja dalam paradigma baru adalah mengenai amal dimana dalam bekerja seorang pekerja akan mendapatkan kepuasan fisik dan batin dari pekerjaannya tersebut, oleh sebab itu perlu adanya keseimbangan alokasi waktu antara bekerja dengan beribadah agar pekerja tersebut semakin enjoy dalam bekerja. Perlu dikembangkan motivasi tentang bekerja :

  • Bekerja adalah ibadah. Artinya motivasi bekerja tidak semata-mata manfaat fisik semata ataupun psikis, namun juga didorong oleh motivasi ibadah. Motivasi ibadah yaitu kemanfaatan yang diperoleh baik di dunia maupun akhirat.
  • Bekerja adalah tanggung jawab. Seorang pekerja bertanggung jawab atas aset perusahaan.
  • Bekerja bisa dipandang sebagai suatu investasi. Artinya imbalan kerja tidak selalu harus diberikan dalam bentuk upah namun dalam bentuk investasi lainnya, seperti saham atau modal usaha dan dalam hal ini tenaga kerja boleh tidak diupah. Dengan demikian adanya peningkatan upah akan mendorong seorang pekerja untuk bekerja lebih giat tanpa memandang seberapa besar kenaikan tersebut
  • Kerja keras dimana Ide dan keyakinan belum dihitung sebagai kerja, karena puncak kerja pada amal. Seluruh konsep harus diwujudkan dalam bentuk amal nyata. Pucak ilmu adalah amal, sehingga kita harus beramal dan berkorban mewujudkan cita-cita.
  • Kerja Cerdas dimana ide dan konsep yang dibangun menghasilkan sesuatu yang efekti dan efisien
  • Kerja tuntas dimana seorang pekerja mampu menguasai teknologi dan memecahkan segala bentuk persoalan dengan pendekatan konsep ilmu dan teknologi tersebut.
  • Kerja Mawas dimana banyak orang telah mengerti kebenaran, namun kita harus menumbuhkan tanggung jawab untuk membuat seseorang lebih sukses.Tanggung jawab merupakan puncak kesadaran emosi yang harus dibangun, hasilnya akan terbentuk pengendalian diri
  • Kerja Ikhlas dimana untuk mengembangkan pekerja perlu menguatkan nilai, sistem nilai dan keyakinan yang kuat dalam dirinya. Landasan keyakinan yang paling kuat dapat digali dari nilai-nilai spritual.

Read More......