Wednesday, April 11, 2007

Kencing Kredit VS Kebijakan Internal Perbankan

Kencing Kredit VS Kebijakan Internal perbankan


Oleh : Zulfikar, ST



Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Kemudian dilakukan penyempurnaan dari PBI sebelumnya adalah sebagai berikut :
Penetapan kualitas aktiva produktif hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga diberlakukan untuk:


  1. Kredit dan penyediaan dana lain s.d jumlah Rp.500 juta.
  2. Kredit dan penyediaan dana lain kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan jumlah :
  • lebih dari Rp.500 juta s.d Rp.20 milyar bagi Bank yang memiliki predikat sistem pengendalian risiko untuk risiko kredit sangat memadai (strong)rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank minimal 3.
  • lebih dari Rp.500 juta s.d Rp.10 milyar bagi Bank yang memiliki predikat sistem pengendalian risiko untuk risiko kredit dapat diandalkan (acceptable), rasio KPMM paling kurang sama dengan ketentuan yang berlaku, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank minimal 3.
  • Bank wajib menetapkan uniform classification system (UCS) atas pemberian aktiva produktif:
  1. kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek yang sama senilai lebih dari Rp10 milyar
  2. kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek yang sama dengan jumlah nilai antara Rp500 juta sampai dengan Rp10 milyar
  3. untuk debitur yang merupakan 50 debitur terbesar bank;diberikan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama
  • Bank dapat tidak menetapkan UCS apabiladebitur memiliki beberapa proyek yang berbeda

  • terdapat pemisahan yang tegas antara arus kas (cash flow) dari masing-masing proyek
    Keringanan penetapan kualitas Penempatan berupa kredit kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam rangka linkage program dengan pola executing, khususnya untuk kualitas Kurang Lancar dan Macet, yaitu dinilai Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 30 hari; dan macet apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga lebih dari 30 hari.Jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) diperluas dengan tambahan a) mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan, dan b) resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang

Dari data diatas pada intinya bahwa Bank Indonesia ingin menggebrak perbankan agar lebih menyalurkan kredit lagi, peraturan terbaru tersebut juga intinya ingin menumbuhkan sektor riel yakni UKM, namun apa benar langkah BI ini akan didukung oleh Bank-bank nasional apabila instrument SBI masih cukup menarik yakni berkisar 8 % - 9 %, sedangkan bank-bank nasional memberikan bunganya kepada para penabung dan deposan sekitar 5 %- 6%, dan bunga intercall money bank di Jiborr berkisar 13 % -14%, ditambah dengan menempatkan danya lewat dana pihak kedua dimana bank yang ekses likuiditas meletakkan danaya ke bank-bank lewat deposito dengan spesial rate yang mencapai sekitar 14 % maka tidak heran lagi apabila bank-bank lokal terutama yang memiliki APBD yang luar biasa besar dimana berasal dari penghasilan Migas mereplace dananya ke SBI sekitar 40 %, 5 % intercal money 5 % dan dan deposito pihak kedua 15 % untuk kredit hanya 10 %, dan sisanya untuk dana jaga-jaga

Kejadian diatas perlu diantisipasi oleh BI yang harus merubah kebijakan SBI mereka dengan SBI yang berbasis LDR, dengan kebijakan apabila jika LDR mencapai 90 %- 100 &, maka SBI diberi 10 % misalnya, jika LDR 80 % - 90 % dengan SBI 9 %, sedangkan Kebijakan internal perbankan juga yang saat ini masih trauma dengan para bankers yang menghabiskan waktunya di hotel prodeo akibat NPL yang mendera bank-bank plat merah, jika kita harus fair maka kita tidak seharusnya secara sembarangan mengatakan apabila kredit macet maka dikatakan melakukan tindakan pidana korupsi oleh kejaksaan, hal inilah membuat para CEO-CEO di bank plat merah akhirnya wait and see terus sampai sekarang. Oleh sebab itu mental-mental para CEO harus diubah untuk melepas semua belenggu ketakutan tersebut apabila tidak melakukan kongkalikong atau cincailah dengan nasabah mengapa harus takut. Jika mental tersebut telah dirubah, maka CEO nya harus melirik lagi kedalam untuk mengganti para branch manager yang terlena dengan kondisi ketakutan tersebut, yang anehnya ketakutan mental para branch manager sebagai team komite pemutusan kredit terlalu dibuat-buat, mengapa demikian? hal ini dikarenakan kebijakan dari atas yang mengatakan bahwa sekor riel masih belum baik atau ada kekurangan persyaratan kredit akibat ketakutan yang ada.

Penggunaan standby loan yang sampai saat ini masih cukup banyak dibank-bank nasional yang belum dicairkan, seharusnya musti dipertanyakan mengapa demikian ? selayaknya stanby loan diberikan untuk kredit modal kerja (untuk proyek) dan kredit investasi yang pencairannya berdasarkan progress perkembangan konstruksi. Apabila tidak dicairkan ke nasabah, maka nasabah dikenakan komitmen fee karena tidak memakai fasilitas tersebut sekitar 1% dari limit pembiayaan yang belum cair, hal inilah yang membuat keanehan bagi saya dimana ada salah satu pejabat BI yang mengatakan bahwa banyaknya dana standby loan di letakkan ke SBI, sudahlah nasabah diporotin dana yang tidak dipakai mendapat bunga dari NegaraPencairan standby loan biasanya untuk modal kerja berdasarkan SPK atau proyek yang akan dilaksanakan kedepan, biasanya dalam melakukan analisa kredit para AO (account Officer) mempertanyakan proyek yang telah dilaksanakan, proyek yang sedang berlangsung dan proyek yang akan didapat, biasanya fasilitas standby loan diberikan kepada dua hal :

  1. Berdasarkan total proyek (SPK/Invoice) yang sedang berlangsung dan proyek kedepan yang akan dapat dikali 60 %- 70
  2. Berdasarkan total jaminan seperti (Sertifikat tanah,BPKB, Mesin-mesin, dan sebagainya) x 70 %.

Maka saya menjadi heran mengapa bank-bank tidak mencairkan kredit stand by loan yang ada, yang seharusnya milik nasabah, jika nasabah telah memilki SPK dari bohweer. Sedangkan pencairan standby loan untuk kredit investasi biasanya menunggu progress pembangunan, dan apabila progress telah mencapai 80 %-90 % dari tahap pembangunan, maka nasabah berhak mendapat pencairan dana tersesbut apabila nasabah tersebut membayar bunganya kepada bank yang biasanya menggunakan grace periode dalam sistem cicilan yang ada.

Kebijakan Internal perbankan lainnya adalah peraturan dalam sendiri perbankan dimana perbankan mengeluarkan peraturan yang menjelimet dalam proses pencairan kredit, dan banyak meja yang harus dilewati, mengakibatkan banyak nasabah yang lari dari bank nasional ke bank asing yang berani bersaing tanpa jaminan. Seharusnya para bankers harus membiasakan Service Level Agreement atau SLA seperti 7 hari untuk keputusan kredit jangan sampai menunggu data belum lengkap yang padahal para AO sangat overload dengan pekerjaannya ataupun bingung dengan propasal yang ada biasanaya data yang kurang lengkap banyak berasal dari sektor UKM yang mengakibatkan para AO harus memutar otak mereka membuat neraca dan laporan keuangan yang ada sehingga menjadi sebuah laporan proposal yang disampaikan ke komite pemutus kredit. Kebijakan Internal lainnya adalah mereview kembali kinerja para kepala cabang yang sangat lambat pergerakan dalam menangkap pasar, kebanyakan kepala cabang apabila tidak mencapai target sampai 70%-80 % dari RKAP biasanya ngeles bahwa daerah tersebut lagi stagnan, atau kekurangan tenaga kerja dan sebagainya, oleh sebab itu para CEO harus mereview kembali para panglima perang mereka yang berada di garis tempur, dan mereview RKAP target cabang yang disepakati antara CEO dan kepala cabang. Untuk lebih menggedor kredit, sebaiknya cabang-cabang bank nasional diberikan sebuah beauty contest jika LDR cabang mencapai 80 %, maka bonus kepada cabang yang berikan 20 %, dari laba bank yang berada di cabang. Atau BI dan pemerintah juga bisa memberikan suatu appresiasi kepada Bank yang LDRnya 90%-100% dengan NPL

Mudah-mudahan kebijkan baru BI memberikan angin segar untuk pertumbuhan sektor riel yang lagi lesu darah, semoga Bi juga merubah kebijkan instrumen SBInya dengan memberikan bunga SBI berdasarkan LDR. <5>

Read More......