Tuesday, September 4, 2007

PERANG SDM ANTARA MIKROSOFT & GOOGLE

Perang SDM Antara Mikrosoft & Google
Dr. Kai Fu Lee, pakar Microsoft yang membelot ke Google, menulis persamaan matematika tentang alasannya membelot. “Muda + Kebebasan + Keterbukaan + Model Baru + Manfaat Bagi Masyarakat Umum + Kepercayaan = Google.”

Oleh Taufik Salman
Republish : Zulfikar, ST




KETIKA Bill Gates sukses dengan sistem operasi Microsoft Windows-nya, seluruh dunia berdecak kagum. Gates telah melampaui apa yang belum pernah dicapai oleh perusahaan piranti lunak komputer di dunia. Sistem operasi Windows menggeser DOS, membuat orang dengan latar belakang keahlian apa pun dengan mudah dapat menjalankan komputer pribadi mereka. Ikon jendela Windows yang dapat diklik membuat orang merasa senang, dan sangat terbantu, dalam menjalankan program-program yang rumit. Microsoft pun menjadi impian bagi para ahli-ahli matematika maupun sarjana komputer yang berharap bisa mengambil bagian dalam sejarah kesuksesan itu, menjadi karyawan Microsoft!

Dari sisi bisnis, itu berarti Microsoft adalah mesin pencetak uang. Terbukti, hingga 18 Agustus 2005, nilai pasar saham Microsoft sebesar 287 Miliar dolar AS. Gates berhasil menempatkan perusahaannya menduduki tangga puncak Amerika Serikat, mengalahkan Wal-Mart yang berada pada urutan kedua dengan nilai saham 197 Miliar dolar AS, disusul Time Warner (85,9 Miliar dolar AS), lalu Google (79,6 Miliar dolar AS).

Namun, seperti kata pepatah, di atas langit masih ada langit. Abad internet membuat Microsoft mengalami masa stagnasi. Kekuasaannya mulai terancam. Siapa nyana perusahaan yang mengancam kedigdayaan Microsoft adalah Google, sebuah perusahaan yang belum 10 tahun usianya, yang didirikan pada 7 September 1998 oleh dua anak muda jago matematika dan komputer bernama Sergey Brin dan Larry Page.
Memang, dari segi produk, maupun pangsa pasar, Microsoft maupun Google berada dalam jalur persaingan bisnis yang berbeda. Kekuatan bisnis dan teknologi dari kedua perusahaan tersebut pun berbeda. Namun sesungguhnya keduanya sedang berada dalam medan tempur yang sama, bersaing merekrut orang-orang tercerdas di dunia. David A.Vise seorang peraih hadiah Pulitzer yang mengamati perkembangan Google, dalam bukunya The Google Story mengatakan hal tersebut.

Pertarungan yang sesungguhnya diantara Microsoft dengan Google, kata Vise, adalah dalam hal merekrut dan mempertahankan orang-orang paling cerdas dari seluruh dunia. “Inilah variabel pokok yang akan menentukan perusahaan mana memiliki kemampuan paling dahsyat untuk mengidentifikasikan dan memecahkan masalah-masalah yang paling diminati dan paling penting di Abad Internet,” ujar wartawan The Washington Post tersebut.

Faktanya, memang terjadi perpindahan orang-orang Microsoft ke Google yang tak bisa dibendung oleh Gates, sejak tahun 2005 lalu. Meskipun Microsoft membentuk sebuah komite khusus di dalam perusahaan itu untuk membendung perpindahan ahli-ahli mereka ke Google, namun komite yang bertugas menyusun laporan “The Google Challenge” itu tetap saja tak berhasil.

“Ribuan berkas lamaran mengalir dalam sehari ke perusahaan mesin pencari ini (Google –red), sedang Microsoft berkutat mempertahankan orang-orang terbaiknya, bahkan sampai menawarkan uang dan kemudahan lebih banyak,” ungkap Vise.

Pada saat Microsoft berjuang keras mempertahankan pakar-pakar terbaik mereka, Google justru merekrut banyak ahli bergelar Ph.D dari universitas-universitas unggulan di AS. Bahkan, Google merekrut sarjana-sarjana dari University of Washington yang notabene adalah universitas yang banyak menerima sumbangan finansial dari Bill Gates.

Tak ayal, Steve Ballmer CEO Microsoft sampai-sampai murka dengan agresivitas Google dalam merekrut orang-orang terbaik di dunia komputer. “Saya harus bisa membasmi Google sampai ke akarnya,” ketus Ballmer.

Namun, ancaman petinggi Microsoft itu tetap tak bisa membendung Google. Hingga musim panas tahun lalu, total karyawan Google sebanyak 4.183 orang, atau meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada tahun itu, dalam waktu tiga bulan, Google pernah merekrut 700 karyawan baru, suatu rekor yang belum pernah terjadi sebelumnya. Google juga membuka cabang baru di Swedia, Meksiko, dan Brasil, serta mempekerjakan orang di lebih dari 20 negara untuk mendukung upaya mereka menandingi Microsoft dalam urusan memperkuat basis sumber daya manusia.

Dr. Kai-Fu Lee merupakan contoh yang paling menampar muka Bill Gates dalam kasus rekrutmen ala Google tersebut. Tahun 1998, saat Google didirikan, Kai-Fu sudah mulai bekerja untuk Microsoft. Ia bertugas membuat Microsoft Research Asia di Beijing, China. Karena prestasinya yang hebat, dua tahun setelah itu Kai-Fu ditarik ke kantor pusat Microsoft di AS. Di sana tugas utamanya menyusun strategi. Kai-Fu juga sering dipanggil Bill Gates untuk membincangkan soal Google dan teknologi mesin pencarian. Tak heran bila dia dibayar 1 juta dolar AS pada tahun 2004.

Nah, pada tahun 2005, terjadilah “bedol kantor” besar-besaran dari Microsoft ke Google. Salah satu tenaga ahli yang ikut dalam rombongan tersebut, adalah Kai-Fu. Ia menjadi musibah bagi Microsoft, namun berkah bagi Google. Kai-Fu yang pada tahun 2004 telah menandatangani kontrak setia selama setahun ke depan dengan Microsoft, yakni ikrar tidak akan pindah ke perusahaan pesaing Bill Gates, tiba-tiba mengundurkan diri untuk bergabung dengan Google.

Tak ayal, para pejabat Microsoft murka. Mulai dari Senior Vice President Microsoft Rick Rashid, CEO Steve Ballmer, hingga Bill Gates sang pemilik perusahaan, mengutuk Kai-Fu.

“Kai-Fu, Steve sudah pasti akan menuntut Anda dan Google atas kejadian ini. Ia telah mengincar situasi macam ini…Kami perlu melakukannya untuk menghentikan Google,” ancam Gates kepada Kai-Fu, seperti ditulis David A.Vise dalam The Google Story.

Ancaman Bill Gates tersebut tak menyurutkan langkah Kai-Fu. Dia memilih Google. Perang terbuka Microsoft vs Google pun dimulai. Kasus itu kemudian dibawa ke pengadilan. Microsoft menggugat Google. Dalam dakwaannya, Microsoft mengatakan Kai-Fu tidak tahu malu melanggar perjanjian, membelot, membocorkan rencana strategis Microsoft. Lalu Google disebut sebagai perusahaan amatiran yang kurang berpikir panjang, tanpa rasa hormat kepada hukum, termasuk dalam hal surat perjanjian kerja.

Pihak Google membantah dakwaan tersebut. “Perusahaan ini (Microsoft –red) berusaha merusak nama baik Kai-Fu Lee tanpa bukti. Pengajuan perkara ini hanya sebuah acara unjuk kekuasaan. Pada dasarnya, eksekutif Microsoft telah mengaku kepada Lee bahwa tujuan mereka yang sesungguhnya adalah menakut-nakuti karyawan Microsoft lainnya agar tetap bekerja di perusahaan itu...,” balas pengacara Google, seraya menegaskan bahwa Kai-Fu bukan dipekerjakan Google sebagai pakar mesin pencari.

Untuk sementara, Hakim Negara Bagian Washington memenangkan Microsoft. Diputuskan bahwa Kai-Fu dilarang terlibat dalam pekerjaan yang terkait dengan mesin pencarian atau rencana Google untuk China. Keputusan tersebut ditolak Google. Mereka naik banding.


**


APA ALASAN Kai-Fu menempuh resiko hukum, membelot dari Microsoft ke Google? Dalam sebuah website berbahasa China, Kai-Fu menjawabnya dengan sebuah persamaan matematika. “Muda + Kebebasan + Keterbukaan + Model Baru + Manfaat Bagi Masyarakat Umum + Kepercayaan = Google,” tulis Kai-Fu.

Memang, dengan bayaran 1 juta dolar AS dari Microsoft, mustahil rasanya bagi dia untuk pindah kerja ke Google hanya karena gagasan untuk mendapat penghasilan yang lebih besar. Dr.Kai-Fu Lee, tampaknya, terpikat pada budaya perusahaan yang dibangun di Google, sebuah budaya yang dibangun dari budaya penelitian ilmiah, debat akademis, dari civitas akademik di Universitas Stanford AS.

Para pendiri Google, The Google Guys –Larry Page dan Sergey Brin— sejak awal merancang mesin pencarian yang kini digunakan pengguna internet di seluruh dunia itu, memang bukan untuk tujuan mencetak uang. Rajeev Motwani, seorang guru besar Stanford berusia 30 tahun, yang mengikuti sepak terjang Larry Page dan Sergey Brin memberikan kesaksian soal itu.

”Mereka tidak berancang-ancang untuk membangun sebuah perusahaan, tapi mereka serius ketika berusaha menciptakan cara pencarian yang lebih baik,” kata Motwani.

Google dimulai dari gagasan Larry, mahasiswa Ph.D ilmu komputer di Universitas Stanford, soal PageRank, atau sistem pemeringkatan untuk mengindeks data atau informasi yang dicari pengguna internet saat mereka menggunakan mesin pencarian. PageRank adalah “ruhnya” mesin pencarian Google.

Gagasan tersebut ditemukan di tengah jalan, saat Larry mengerjakan sebuah proyek penelitian lain, Digital Libraries Project, di Stanford pada tahun 1996. Proyek perpustakaan digital itu dikerjakan di gedung perkuliahan yang didanai oleh Bill Gates. Proyek itu mengharuskan Larry menjelajahi semua halaman Web yang ada di internet, dengan menggunakan mesin pencarian waktu itu, yang kita juga pernah menggunakannya, yakni Alta Vista, mesin pencarian generasi pertama.

Namun, seperti halnya kita, Larry juga tak begitu terbantu oleh mesin pencarian Alta Vista. Dia mendapati bahwa apa yang dihasilkan dari mesin pencarian itu hanyalah berupa informasi mengenai daftar website yang berhubungan dengan informasi yang dia cari. Seringkali pula, yang dimunculkan adalah informasi yang tidak kita cari, melainkan iklan. Artinya, dengan mesin pencarian ”primitif” itu, Larry banyak menemukan ”sampah” informasi. Akan tetapi di sisi lain, hasil pencarian Alta Vista memberikan informasi lain yang disebut “links”, yakni, daftar informasi yang wujudnya masih belum pasti, alias, pengguna masih perlu mengklik lagi “links” tersebut untuk mengetahui apa isinya.

Larry terpukau pada “links”. Dipikirkan olehnya, bagaimana itu dapat bekerja lebih baik. ”Larry Page ingin menggali lebih jauh ke dalam links guna mengetahui kemungkinan pemanfaatan mereka selanjutnya,” kata Hector Garcia Molina, seorang dosen pembimbing Larry. Namun, untuk mewujudkan keinginan tersebut, Larry harus men-download seluruh World Wide Web yang ada di dunia, disimpan ke dalam komputernya! Sesuatu yang jelas tak mungkin dikerjakan dalam waktu satu-dua malam, dan jelas tak cukup hanya dengan satu buah komputer.

”Siapa pun yang mendengar rencana (Larry) ini akan geleng-geleng kepala,” tambah Molina. Tapi, Larry berkata lain. Dia bertekad untuk melakukannya, tak peduli betapa mustahilnya pekerjaan yang akan menjadi bahan penelitiannya itu. Sebab, ada pandangan visioner serupa yang dikemukakan seorang ilmuwan komputer Inggris Tim Berners Lee, bahwa sebuah klik pada serangkaian kata ber-highlight akan mengantar para pengguna internet yang haus informasi dari dokumen satu ke dokumen lain. Sebab, Web secara keseluruhan sama dengan Links.

Tekad tersebut didukung oleh Sergey Brin, rekan debatnya yang paling kental, seorang anak muda yang sama cerdasnya dengan Larry di Stanford. Juga, didukung Motwani, dosen pembimbingnya, guru besar berusia 30 tahun itu. Tapi, setelah bekerja berbulan-bulan, ternyata men-download seluruh halaman website itu menyita waktu lebih lama dari apa yang dia bayangkan. Selain itu, juga menghabiskan banyak komputer untuk menyimpan datanya.
Meski demikian, proyek “menaklukkan” seluruh halaman Web di dunia internet ini memikat Brin yang jago matematika dan pemrograman. Dia bergabung dengan Larry yang biasanya hanya menjadi teman berdiskusi itu, untuk mengerjakan proyek baru Larry.

Larry berteori sederhana, “menghitung jumlah Link yang menunjuk suatu website merupakan suatu cara untuk memeringkatkan popularitas situs bersangkutan.” Link-link itu mengingatkan Larry seperti sebuah kutipan yang sering dipakai dalam sebuah buku, biasanya dalam catatan kaki atau catatan akhir. Makin sering dirujuk, dikutip, maka kutipan itu maka semakin tinggi peringkatnya, menurut Larry.

”Rujukan itu penting. Ternyata, karya tulis para pemenang Nobel itu umumnya telah dirujuk oleh sekitar 10.000 penulis makalah lain,” kata Larry. Atau, dengan kata lain, sebuah karya ilmiah yang sering dikutip, mengandung arti bahwa, karya itu penting. Sebab, banyak orang lain merasa perlu menyebutkannya.

Prinsip tersebut, lanjut dia, berlaku pula untuk halaman website. Jadi, tambahnya, setiap link itu tidak diciptakan sama. Ada yang lebih penting dari yang lain. Maka, situs-situs penting seperti Yahoo peringkatnya lebih penting dari yang lain, sebab Yahoo sering diklik orang. Teori pemeringkatan link ini oleh Larry diberi nama PageRank. Begitulah, proses penciptaan ”ruh” Google.

Para dosen Larry dan Brin memberitahu, bahwa konsep PageRank ini dapat dijadikan tesis Ph.D mereka. Temuan mereka bermanfaat bagi semua orang yang sedang browsing internet untuk menemukan informasi-informasi spesisifk yang dicari. Mesin pencari dengan konsep PageRank itu kemudian diberi nama BackRub, sebelum akhirnya menjadi Google.

Asal usul nama Google cukup unik, sebelum dipatenkan menjadi sebuah merek dagang. Itu merupakan sebuah kesalahan ketik dari lafal Googol dalam Googolplex yang berarti ”bilangan yang besar sekali”. Namun, karena sudah kadung didaftarkan sebagai google.com, kesalahan itu justru menjadi berkah karena mudah diingat orang. Bahkan, kabarnya saat ini kata google sudah menjadi kata kerja di sejumlah bahasa, termasuk bahasa Inggris.

Google kemudian menjadi sebuah perusahaan pada tahun 1998, dua tahun setelah Larry dan Brin berjuang keras menyusun dan menganalisa links di setiap halaman website. Di sinilah letaknya perbedaan Google dengan perusahaan-perusahaan dotcom lainnya. Sementara perusahaan dotcom berpikir untuk mendapatkan uang terlebih dahulu sebelum membuat suatu produk, Google melakukan sebaliknya. Setelah dua tahun menghabiskan banyak komputer, menganalisa setiap links, halaman web, dan menguras habis isi kantong mereka, barulah terpikirkan oleh Larry dan Brin untuk menjual mesin pencarian Google itu kepada investor.

Dalam fase mencari investor itu pun tidak mudah bagi Google Guys. Mereka pernah menawarkannya kepada pendiri Yahoo, namun ditolak mentah-mentah, dengan alasan perbedaan visi. Yahoo menginginkan orang berlama-lama nongkrong di website mereka, mengklik semua fasilitas dan informasi yang disediakan Yahoo; sementara Google hanya sebuah mesin pencari yang membuat orang justru akan cepat meninggalkannya dan pergi ke situs lain yang mereka cari. Lagipula, perusahaan dotcom yang menyediakan mesin pencarian, sebelumnya, sudah banyak yang bangkrut.

Larry dan Brin juga pernah menawarkan kemungkinan merger dengan Alta Vista, namun ditolak dengan alasan perusahaan induk Alta Vista, Digital Equipment Corp, tidak suka bergantung pada orang dari luar perusahaan. Mereka juga menawarkan kepada perusahaan-perusahaan modal ventura di bidang komputer, namun hasilnya sama, ditolak! Penolakan-penolakan itu membuat kedua anak muda ini nyaris frustrasi.

Setelah mereka berkenalan dengan Andy Bechtolsheim, biang komputer dan investor legendaris dalam sukses sejumlah perusahaan baru, barulah semangat Google Guys meningkat lagi. Pasalnya, tanpa berlama-lama berdebat, Andy langsung menulis cek sebesar 100 ribu dolar AS untuk modal mereka.

”Di kepala saya pada waktu itu, saya hanya membayangkan mereka mungkin bisa membuat jutaan orang menggunakan mesin pencari mereka, memungut uang dari mereka, dan hasilnya berlimpah. Saya tidak tahu akan seberapa besar proyek mereka pada waktu itu. Tak ada yang tahu,” kata Bechtolsheim.

Dari modal pinjaman Bechtolsteim itu mereka kemudian, pada 7 September 1998, membentuk Google Corp. dan menghimpun dana mencapai 1 juta dolar AS untuk mewujudkan impian, menambah jumlah komputer penyimpan data halaman web. Konsekuensinya, mereka berdua cuti dari Stanford, dan semakin melupakan cita-cita orang tua mereka agar meraih gelar Ph.D.
Setahun kemudian pinjaman yang diperoleh dari Bechtolsteim itu habis, dan mereka masih belum memikirkan soal komersialisasi Google. Larry dan Brin masih terus berkutat pada penyempurnaan mesin pencari ciptaan mereka. Dan mereka menikmatinya, sementara orang-orang bisnis dotcom menganggap itu sia-sia.

Lalu, dimulailah era baru Google Guys. Dua juragan investasi yang saling bersaing dari Silicon Valley, yakni Michael Moritz dari Sequoa Capital dan John Doer dari Kleiner Perkins, berhasil mereka yakinkan untuk menyuntik modal baru. Dengan proses yang tak terlalu lama, kedua orang yang berkompetisi itu berhasil disatukan oleh Google Guys dimana masing-masing menyuntik 12,5 juta dolar AS ke perusahaan baru ini. Selanjutnya, atas desakan kedua investor yang telah menyuntik 25 Juta dolar AS tersebut, Google Guys merekrut seorang CEO bernama Eric Schmidt, untuk memikirkan bagaimana perusahaan mencetak uang dari mesin pencari Google.

Sementara Eric bekerja keras memikirkan bisnis Google, Larry dan Brin terus menerus melakukan inovasi, merekrut lulusan terbaik dari universitas-universitas ternama, dan membiarkan orang-orang cerdas tersebut bekerja melakukan penelitian yang mereka minati. Di Google, orang-orang pintar tersebut bekerja dalam tim-tim kecil yang terdiri dari 2-3 orang, dan diberi kebebasan penuh untuk meneliti dan menganalisa apapun, dengan berbasis pada ilmu pengetahuan, bukan bisnis. Tak heran bila kemudian ada Google Earth. Kantor mereka pun dilengkapi dengan sauna, fitnes, kolam renang, biliar, dan koki terbaik yang khusus memasak makanan lezat untuk mereka; sebuah kantor yang tak lazim.


Sekarang ini Google sedang bersiap memasuki sebuah rencana ambisius baru, yang menggabungkan bidang biologi dan genetika, melalui peleburan ilmu pengetahuan, ilmu pengobatan, dan teknologi. Sudah barang tentu, hal itulah yang membuat pakar-pakar cerdas di muka bumi ini, seperti misalnya Dr. Kai-Fu Lee, lebih tertarik bekerja di Google ketimbang Microsoft. Meskipun, Kai-Fu harus berhadapan dengan gugatan hukum karena pilihannya itu.

***


2 comments:

Fahri said...

bang zul, how are you?
hahaha....lama gak ada kabarnya neh!
gak nyangka bisa jumpa di blog!

Fahri

http://shariaxplorer.blogspot.com/

BEAUTY MANICURE said...

hi...lam kenal

el
http://unriacid.blogspot.com